Our social:

Latest Post

Sabtu, 01 April 2017

Jenis – Jenis Kepemangkuan

Didalam tata pelaksanaan ajaran agama hindu yang ada di bali, khususnya dalam bidang pelaksanaan upacara (manggalaning yadnya) sesuai dengan tingkatan upacaranya memiliki sebutan dan swadharma masing-masing serta memiliki kewajiban dengan batasan-batasan tertentu dalam pelaksanaan upacaranya antara lain :
  1. Seorang Pendeta (Sulinggih)
  2. Seorang Pinandita ( Dharma Acarya)
  3. Seorang Pemangku
Menurut keyakinan dan kepercayaan ajaran agama hindu di bali mengenal tingkatan sebagai pemangku, untuk menjadi sorang pemangku, harus melalui penyucian diri berupa pelaksanaan “Upacara Pawintenan”,yang dilaksanaan oleh seorang sulinggih. Seorang pemangku seharusnya memahami dulu secara benar tentang profesinya, dimana kata pemangku mengandung pengertian menyangga atau sebagai undakan Ida Bethara di pure –pure , oleh karena itu seorang pemangku harus selalu waspada akan kesucian diri dan selalu meningkatkan kesucian dirinya.
Mengenai kepemangkuan ada beberapa jenis pemangku sesuai dengan swadharmanya masing - masing antara lain :

1.  Pemangku kusuma Dewa 
Pemangku Kusuma Dewa adalah pemagku yang diberi tugas sebagai pemangku pura kahyangan tiga yaitu : pura kahyangan desa, kahyangan puseh dan kahyangan dalem. Pemangku ini selalu berpegang teguh dengan sastra agama kusuma dewa dalam pelaksanaan upacara agama yang mereka laksanakan di suatu pura

2. Pemangku Pamongan 
Pemangku Pamongan adalah pemangku dengan swadharmanya sebagai pembantu dari pemangku kusuma dewa yaitu, mengatur tata pelaksanaan jalannya upacara di suatu pura dan melayani uamat dalam konteks persembahyangan.

3. Pemangku Jan Banggul
Pemangku ini juga memiliki swadharma sebagai pembantu pemangku kusuma dewa, terutama dalam tugas menata upakara yang diaturkan oleh para umat, kemudian memercikan tirhta aswapada bethara dan memberikan wija. Pemangku jan banggul juga memiliki sebutan pemangku sadeg atau juru sunggi. Karena memiliki swadharma sebagai petapakan dewa bethara berupa ciri kesurupan.

4. Pemangku Pinandita
Pemangku Pinandita adalah pemangku yang telah lama dibimbing oleh seorang sulinggih dan telah “Mapodgala”, merajah sastra di raga serta telah mendapatkan restu dari seorang sulinggih untuk melaksanakan yadnya (nganteb) sesuai dengan wewenangnya. Adanya pemangku pinandita biasanya karena loka dresta yang diwarisi sejak dahulu, karena adanya purana atau karena adanya sastra agama yang dijadikan pegangan dan diyakini oleh masyarakat setempat.

5. Pemangku Sonteng
Pemangku ini memiliki swadharma ngeloka phala sraya melayani umat dalam melaksanakan suatu upacara dengan wewenang yang terbatas.

6. Pemangku Dukun 
Adalah pemangku yang melaksanakan swadharmanya sebagai balian, menjalankan pengobatan secara tradisional kepada masyarakat lingkungannya.

7. Pemangku Dalang
Adalah pemangku yang menjalankan swadharmanya sebagi dalang, melaksanakan dharmaning pewayangan dan memohonkan pengelukatan “Sudha Mala”,  melalui lakon “Sapuh Leger”.

8. Pemangku Sutri ( Pemangku Lancuban)
Adalah pemangku katakson, dapat membantu masyarakat untuk memohon petunjuk dari dunia abstrak (metuun).

9. Pemangku Cungkub
Adalah seorang pemangku yang melaksanakan swadharmanya pada pemerajan Gede, Panti, Pura Dadya.

10.  Pemangku Nilarta
Adalah seorang pemangku yang melaksanakan swadharmanya di pura pura, pura kawitan, pura pedharman.

11.  Pemangku Tukang
Adalah seorang pemangku yang melaksanakan swadharmanya sebagai undagi sangging dan pande, masunsung penugrahan dan mengamalkan ajaran “Begawan Wiswa Karma”.

12. Pemangku Sang Kulputih
Adalah seorang pemangku yang melaksanakan swadharmanya sebagai pemangku yang memakai gegelaran sang kulputih.

13.  Pemangku Sang Kulpinge
Adalah seorang yang melaksanakan swadharmanya sebagai pemangku memakai gegelaran sang kulputih dan kusuma dewa sebagai pembantu pemangku sang kulputih.

14. Mangku Kortenu
Adalah seorang pemangku yang melaksanakan swadharmanya hanya khusus untuk di pura prajapati (pengulun setra).


Sabtu, 25 Maret 2017

MEMAKNAI HARI RAYA TUMPEK UDUH / TUMPEK PENGARAH

Om Swastiastu

Umat hindu khususnya di bali memiliki banyak sekali hari hari suci, salah satunya adalah hari raya tumpek uduh atau biasa kita kenal dengan nama tumpek pengarah, hari raya suci ini diperingati setiap 25 hari sekali sebelum hari raya suci galungan yang bertepatan pada  hari saniscara kliwon wuku wariga pada penanggalan kalender bali.

Tumpek uduh atau tumpek pengarah adalah hari dimana umat hindu mengaturkan sesajen atau banten kepada tumbuh – tumbuhan yang ada di bumi ini. Semua ini dilakukan bukan karena kita umat hindu di bali memuja kepada tumbuh – tumbuh han tetapi kita umat hindu melakukan semua ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada tumbuh – tumbuhan atas semua kelimpahan makanan yang mampu memberikan kita manusia hidup.

Tumpek uduh atau tumpek pengarah adalah bentuk pemujaan kepada ida shang hyang widhi sebagai bentuk perwujudan manifestasinya sebagai betare shang kare. Pada saat ngaturang mebanten biasanya umat hindu melantunkan doa atau sahe yang sering kita dengar yaitu “kaki kaki nini dije ? mangken ben selae lemeng galungan tiang jagi me pengarah mangde entik entikan ne mebuah nged nged nged” kira kira begitulah doa nya. Dari doa tersebut jika kita memaknainya secara mendalam kenapa awalan doa tersebut menggunakan kata kaki dan  nini yang jika kita artikan kedalam bahasa indonesia adalah kakek dan nenek kenapa tidak menggunakan bahasa memek dan bapak atau adi dan mbok. Dan ternyata semua ini memiliki makna yang sangat mendalam, karena sesungguhnya pada jaman dahulu ida shang hyang widhi pertama kali menciptakan tumbuh – tumbuhan dan hewan karena semua itu tidak ada yang menjaga dan merawat barulah ida shang widhi menciptakan manusia sehingga tumbuh – tumbuhan itu lebih tua umurnya dari manusia. Dan dari sinilah kenapa awalan doa nya menggunakan kata kaki dan nini. Namun seiring perjalanan waktu manusia itu sendiri bukannya menjaga tumbuh – tumbuhan namun malah merusaknya dengan tidak menjaga lingkungan, melakukan kerusakan hutan. Nah mulai dari sekarang marilah kita memaknai hari raya tumpek uduh atau tumpek pengarah dengan melakukan introfeksi diri agar tumbuh kesadaran bahwa kita manusia hidup didunia ini harus hidup berdampingan dengan semua seisi yang ada di alam semesta ini. Dan banggalah kita sebagai umat hindu karena kita agama hindu mengajarkan umatnya untu memanusiakan alam dengan perayan tumpek uduh atau tumpek pengarah.

Sekian penjelasan tentang memaknai hari raya tumpek uduh atau tumpek pengarah, semoga artikel ini bermanfaat. Dan saya akhiri dengan Om Shanti Shanti Shanti Om.